Kesehatan mata perlu dijaga sejak anak usia dini. Seperti dikatakan para ahli mata, penglihatan bayi baru lahir dan balita masih belum sempurna. Agar menjadi sempurna, selain sel-selnya dapat berubah sendiri secara anatimis (ukurannya, ketebalan, dan penyebarannya, sel-sel kerucut dan batangnya), juga harus diikuti stimulus terus-menerus dan tak boleh terganggu.
Pada masa pertumbuhan mata, bayangan yang ditangkap akan diubah ke pusat penglihatan di otak. Nah, pusat penglihatan di otak inilah yang harus mendapat rangsangan dari usia dini. Jika ada kelainan-kelainan ekstrem pada usia di mana anak seharusnya sudah bisa memfokuskan penglihatannya, para ayah dan ibu seharusnya sudah mulai waspada.
Kelainan Refraksi
Memang, tak semua anak beruntung memiliki mata yang sehat sebab, seperti dikatakan dr Setiowati Suhardjono Spm dari Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo, “Pada beberapa kasus ditemui kelainan mata pada anak sudah terjadi sejak lahir.” Kelainan yang tampak sejak lahir ini disebut kelainan kongenital. Penyebabnya macam-macam, antara lain kelainan kromosom, infeksi intra-uterin (dalam kandungan), dan sebab-sebab lain yang tak diketahui.
Akibat kelainan kongenital, anak dapat mengalami gangguan refraksi, yaitu kelainan pada kornea untuk memfokuskan cahaya, seperti rabun jauh dan dekat, juling, atau malah mengakibatkan penglihatan tak dapat sama sekali alias buta. “Para balita yang berkacamata biasanya disebabkan ada kelainan refraksi pada penglihatannya sehingga untuk menyembuhkannya atau mengembalikan refraksinya ke arah normal diperlukan bantuan kacamata,” kata Setiowati.
Lebih jauh ahli mata ini menjelaskan, seorang bayi pascalahir mempunyai bola mata dengan ukuran sumbu 17 mm, sementara orang dewasa memiliki sumbu bola mata 24 mm. Jadi, pada waktu lahir, seorang bayi sudah memiliki ukuran bola mata sebesar 75 persen dari ukuran mata orang dewasa.”Ukuran bola mata ini akan bertambah secara cepat pada tiga tahun pertama. Jadi, di usia 3 tahun, ukuran bola mata mencapai 96 persen dari ukuran mata orang dewasa,” jelasnya.
Nah, dengan adanya pola pertumbuhan ini, tajam penglihatan bayi dan anak balita belum mencapai standar penglihatan normal orang dewasa. Karena itu, penglihatan mereka masih dalam kategori subnormal, tapi tak bisa dikatakan ada kelainan refraksi. Hal itu disebabkan penglihatan mereka, sejalan dengan usianya, sedang mengalami masa pertumbuhan.
Sebagian besar bayi, tutur dokter yang banyak mempunyai pasien balita ini, saat lahir mempunyai kesalahan refraksi +2D. “Sebagian besar bayi ini akan mengikuti pola pertumbuhan normal bola mata sehingga pada usia 6 tahun tak lagi mempunyai kelainan refraksi. Proses ini disebut emetropisasi,” katanya.
Oleh karena ada pola perkembangan normal ini, seorang anak usia di bawah 6 tahun yang mempunyai tajam penglihatan subnormal tak dapat dikatakan mempunyai kelainan refraksi. “Asal tajam penglihatan sesuai usianya, diharapkan pada umur 6 tahun seorang anak tanpa kelainan refraksi sudah dapat mencapai tajam penglihatan normal (emetrop),” lanjut dosen penyakit mata di FKUI ini.
Sumber: kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar